Palsu?

Terlalu banyak berekpektasikah? Sampai-sampai telat membaca kodenya.
Kesannya saya jahat. Bukan, bukan begitu. Saya hanya terlalu bodoh untuk mempercayai semua kepalsuannya.
Saya terlalu lemah untuk terbuai dalam setiap kata-katanya. Saya terlalu.....
Rupa-rupanya ini seperti salah berpijak. Hendak keluar dari lumpur, tetapi malah jatuh dalam danau. Miris.
OH! Saya benci saat-saat seperti ini, saat-saat untuk menahan diri melakukan hal yang amat saya sukai, meneliti.

Teman.
Maafkan saya kalau-kalau saya sampai membuatmu takut kehilangan masa depanmu. Saya hanya telat saja, sekali lagi telat. Saya mengalah bukan karena saya gengsi, saya mengalah karena itu mungkin memang bukan bagian saya. Seperti saya bilang sebelumnya, mungkin yang terbaik adalah kamu. Dan tak usahlah kamu merisaukan kehadiran saya, saya sudah mengerti untuk melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Dan juga, tidak perlulah lagi kamu memantau keberadaan saya atau sekedar memberitahu hendak kemana kamu. Karena sesungguhnya saya tahu, dengan siapa kamu melakukannya. Setiap kata darimu adalah clue untuk teka-teki saya, lantas jangan bermain kata lagi. Saya tidak ingin menyakiti diri lebih dalam. Saya muak dalam harap tentangnya.
Anda.
Ya, Anda! Anda seharusnya tahu bagaimana rasanya menjadi saya, atau sepertinya Anda tidak akan pernah tahu karena Anda menganggap semua guyonan Anda adalah kepalsuan? Mungkin Anda memang tidak benar-benar tahu bahwa semua kepalsuan itu menyeruak masuk ke dalam hati saya. Bahkan Anda yang terlebih dahulu mendobrak pintu hati saya. Ya, seperti guyonan kami yang telah berlalu, bahwa saya akan mendobrak pintu hatimu, lantas masuk dan mencuri apa yang ada di dalamnya. Nyata-nyatanya Anda lebih mahir, membuai saya dalam setiap kepalsuan Anda. Mengapa Anda harus menyentuhnya, jika Anda hanya sekedar ingin bergurau dan pada faktanya Anda lebih meginginkan kehadiran "teman" itu? Mengapa? Perlu Anda ketahui, perasaan bukan hanya sekedar gurauan semata. Itu lebih dari sekedar itu. Mungkin pada saatnya nanti, Anda akan mengerti bagaimana rasanya jika perasaan dinilai semata hanya sekedar gurauan. Nanti, suatu saat.

Saya lelah dan saya tidak mau lagi peduli dengan apa yang kalian akan perbuat selanjutnya. Cukup sampai di sini pertemuan kita. Oh ya, Anda, ya, jika suatu kelak Anda mengerti dan pada akhirnya menyesal, datanglah pada saya dan sampaikan salam maafmu. JIKA....

Comments

  1. "pikirkan apa yg PANTAS utk dipikirkan dan singkirkan apa yg HARUS disingkirkan.. "
    sepenggal kalimat yg pernah menguatkan gw.. gw balikin lg skarang :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih sudah mengingatkan lagi :)

    ReplyDelete

Post a Comment